Undang Undang Tuing Tuing
Hari demi hari semakin banyak Undang undang, peraturan yang mengatur tentang pelarangan, dilarang ini dilarang itu, dilarang bikin rumah di pinggir kali, dilarang jualan di pinggir jalan, dilarang ngerokok di pinggir sarana umum, dilarang kentut di pinggir temennya, agak ngejauh dikit gih....
Dilarang nyolong, dilarang mengkopi hak cipta, dilarang bikin ribut, dilarang corat coret, dilarang ga bayar pajak, dilarang korupsi, dan bla bla bla lainnya.
Sebetulnya ada baiknya negara memberikan rambu2 dalam pelarangan2 terhadap perilaku masyarakat yang mendiami wilayahnya, ini merupakan kewajiban negara sebagai pengontrol dan pengatur yang menjaga kelangsungan hidup berbangsa yang majemuk. Kita beruntung hari ini kita sudah memiliki Mahkamah Konstitusi tempat kita mengadu jika ada peraturan perundangan yang tidak sesuai dengan nilai2 masyarakat, membebani atau bahkan abu2 semata.
Harus kita sadari mengelola negara tidaklah mudah, untuk bisa membuat perundang2an yang sesuai dengan semua pola fikir 200 juta otak jelas tidak mungkin, karena itu perundangan cenderung lebih menitik beratkan pada aspek manfaat dalam komunitas yang luas. Hanya saja masih banyak Undang2 yang dibuat secara sembrono, Ketua MK Mahfud MD menyatakan banyak undang2 tidak menggunakan kaidah akademik dan tidak memenuhi studi kelayakan hanya sebagai bukti eksistensi seseorang pernah menjabat menjadi menteri. Jadi menteri ga kerasa menteri klo belum bikin UU/ ngutak atik UU menteri sebelumnya. Beberapa undang2 tumpang tindih dan kontradiktif satu sama lain, dan ini justru membuat rentan kelangsungan penegakan hukum di negeri kita karena para pengacara bisa dengan mudah menjadikan kontradiksi tersebut sebagai tameng untuk meloloskan kliennya.
Jika kita menilik pada pemberitaan beberapa waktu yang lalu kita melihat beberapa kali terjadi pro kontra yang cukup besar di masyarakat pada pengesahan UU Pornografi dan UU Sisdiknas. Pro kontra tersebut buatku adalah hal wajar, justru dengan adanya dua pihak yang berseberangan kita jadi bisa memahami lebih dalam apa pemaparan dan gambaran masing2 pihak, dan kita bisa mendapat pemahaman yang lebih kompleks dari berbagai sudut. Kelemahan pemerintah kita adalah meskipun puluhan undang2 sudah disahkan tapi pemerintah kurang tanggap untuk membuat peraturan pemerintah sebagai payung hukum pengimplementasian UU baru tersebut. Yang bikin kisruh ya begini ini, di tahun 2009 saja ada 52 produk UU yang disahkan 14% nya adalah perubahan dari UU yang sudah ada (http://setneg.go.id). Sementara ada 78 peraturan pemerintah di tahun yang sama namun hanya sedikit yang merupakan PP yang mengatur implementasi UU yang disahkan hanya PP perubahan dari PP beberapa tahun sebelumnya.
Masyarakat sendiri pada akhirnya apatis pada setiap penyelenggara negara yang ingin membuat UU, karena praktis implementasinya cuma hangat2 tahi ayam. Contoh UU HAKI dan ITE, ketika pertama kali digembar2kan yang terbayang adalah Indonesia bersih dari VCD2 bajakan di pinggir jalan, warnet2 dengan OS ilegal tapi nyatanya hasilnya nihil, sama sekali UU tersebut tidak menyentuh masyarakat riil, daripada bikin UU baru melulu mending duitnya dipake buat bikin iklan sosialisasi perundang2an yang sudah terlanjur disahkan, jadi rakyat bukan hanya diajak ikut demo pro kontra ngadepin RUU baru tapi masyarakat dibelajarkan agar menjadi warga yang taat dan ngerti hukum, toh tidak selamanya larangan dari UU berakibat buruk, selama ini kita bersikap kontra pada UU karena memikirkan akibat terburuknya saja, hanya berasumsi tanpa pernah membaca UU itu sendiri, sama juga dengan yang pro kadang cuman ikutan teriak pro saja tanpa melihat sejauh mana kesesuaian isi UU tersebut dengan aspirasinya, kita terlalu ribet pada isu2 permukaan yang belum tentu ada, dalam UU bukan pada bagaimana memaksimalkan potensi yang ada untuk tetap bisa eksis namun tetap patuh hukum.
Aku salut pada para pembuat iklan rokok, larangan tidak menampilkan aktifitas orang merokok pada iklan rokok justru membuat kreatifitas advertiser rokok semakin berkembang, lihat saja iklan2 rokok sekarang, meskipun iklan2nya tidak secara langsung mengidentikkan rokok orang bisa tahu oh ini iklan rokok A, yang itu rokok B. Justru iklan Jin Jowo - Jarum 76, Pilihan Gue-nya A-Mild, Ga ada Lu Ga rame - Sampurna Kretek lebih enak ditonton daripada kita melihat iklan orang lagi ngisep rokok trus bilang "mak nyus dab!!!"
Kita boleh memilih untuk bersikap pro/kontra terhadap perundangan yang disahkan tapi sebisa mungkin gunakan energi kita untuk mensiasati UU yang sudah diberlakukan dengan cara2 elegan baik melalui kreatifitas ataupun dengan mengajukan judicial review ke MK daripada berpanas2 ria di perempatan sambil teriak "TIDAK TIDAK TIDAK" toh sampai hari ini banyak UU yang belum bisa diterapkan karena belum ada PPnya
Dilarang nyolong, dilarang mengkopi hak cipta, dilarang bikin ribut, dilarang corat coret, dilarang ga bayar pajak, dilarang korupsi, dan bla bla bla lainnya.
Sebetulnya ada baiknya negara memberikan rambu2 dalam pelarangan2 terhadap perilaku masyarakat yang mendiami wilayahnya, ini merupakan kewajiban negara sebagai pengontrol dan pengatur yang menjaga kelangsungan hidup berbangsa yang majemuk. Kita beruntung hari ini kita sudah memiliki Mahkamah Konstitusi tempat kita mengadu jika ada peraturan perundangan yang tidak sesuai dengan nilai2 masyarakat, membebani atau bahkan abu2 semata.
Harus kita sadari mengelola negara tidaklah mudah, untuk bisa membuat perundang2an yang sesuai dengan semua pola fikir 200 juta otak jelas tidak mungkin, karena itu perundangan cenderung lebih menitik beratkan pada aspek manfaat dalam komunitas yang luas. Hanya saja masih banyak Undang2 yang dibuat secara sembrono, Ketua MK Mahfud MD menyatakan banyak undang2 tidak menggunakan kaidah akademik dan tidak memenuhi studi kelayakan hanya sebagai bukti eksistensi seseorang pernah menjabat menjadi menteri. Jadi menteri ga kerasa menteri klo belum bikin UU/ ngutak atik UU menteri sebelumnya. Beberapa undang2 tumpang tindih dan kontradiktif satu sama lain, dan ini justru membuat rentan kelangsungan penegakan hukum di negeri kita karena para pengacara bisa dengan mudah menjadikan kontradiksi tersebut sebagai tameng untuk meloloskan kliennya.
Jika kita menilik pada pemberitaan beberapa waktu yang lalu kita melihat beberapa kali terjadi pro kontra yang cukup besar di masyarakat pada pengesahan UU Pornografi dan UU Sisdiknas. Pro kontra tersebut buatku adalah hal wajar, justru dengan adanya dua pihak yang berseberangan kita jadi bisa memahami lebih dalam apa pemaparan dan gambaran masing2 pihak, dan kita bisa mendapat pemahaman yang lebih kompleks dari berbagai sudut. Kelemahan pemerintah kita adalah meskipun puluhan undang2 sudah disahkan tapi pemerintah kurang tanggap untuk membuat peraturan pemerintah sebagai payung hukum pengimplementasian UU baru tersebut. Yang bikin kisruh ya begini ini, di tahun 2009 saja ada 52 produk UU yang disahkan 14% nya adalah perubahan dari UU yang sudah ada (http://setneg.go.id). Sementara ada 78 peraturan pemerintah di tahun yang sama namun hanya sedikit yang merupakan PP yang mengatur implementasi UU yang disahkan hanya PP perubahan dari PP beberapa tahun sebelumnya.
Masyarakat sendiri pada akhirnya apatis pada setiap penyelenggara negara yang ingin membuat UU, karena praktis implementasinya cuma hangat2 tahi ayam. Contoh UU HAKI dan ITE, ketika pertama kali digembar2kan yang terbayang adalah Indonesia bersih dari VCD2 bajakan di pinggir jalan, warnet2 dengan OS ilegal tapi nyatanya hasilnya nihil, sama sekali UU tersebut tidak menyentuh masyarakat riil, daripada bikin UU baru melulu mending duitnya dipake buat bikin iklan sosialisasi perundang2an yang sudah terlanjur disahkan, jadi rakyat bukan hanya diajak ikut demo pro kontra ngadepin RUU baru tapi masyarakat dibelajarkan agar menjadi warga yang taat dan ngerti hukum, toh tidak selamanya larangan dari UU berakibat buruk, selama ini kita bersikap kontra pada UU karena memikirkan akibat terburuknya saja, hanya berasumsi tanpa pernah membaca UU itu sendiri, sama juga dengan yang pro kadang cuman ikutan teriak pro saja tanpa melihat sejauh mana kesesuaian isi UU tersebut dengan aspirasinya, kita terlalu ribet pada isu2 permukaan yang belum tentu ada, dalam UU bukan pada bagaimana memaksimalkan potensi yang ada untuk tetap bisa eksis namun tetap patuh hukum.
Aku salut pada para pembuat iklan rokok, larangan tidak menampilkan aktifitas orang merokok pada iklan rokok justru membuat kreatifitas advertiser rokok semakin berkembang, lihat saja iklan2 rokok sekarang, meskipun iklan2nya tidak secara langsung mengidentikkan rokok orang bisa tahu oh ini iklan rokok A, yang itu rokok B. Justru iklan Jin Jowo - Jarum 76, Pilihan Gue-nya A-Mild, Ga ada Lu Ga rame - Sampurna Kretek lebih enak ditonton daripada kita melihat iklan orang lagi ngisep rokok trus bilang "mak nyus dab!!!"
Kita boleh memilih untuk bersikap pro/kontra terhadap perundangan yang disahkan tapi sebisa mungkin gunakan energi kita untuk mensiasati UU yang sudah diberlakukan dengan cara2 elegan baik melalui kreatifitas ataupun dengan mengajukan judicial review ke MK daripada berpanas2 ria di perempatan sambil teriak "TIDAK TIDAK TIDAK" toh sampai hari ini banyak UU yang belum bisa diterapkan karena belum ada PPnya
Posting Komentar untuk "Undang Undang Tuing Tuing"