PLAGIATORIUM MASSAL; KISAH TOKUSATSU KAMPUNG
Anda pernah mendengar Auditorium?atau Sanatorium??kedua2nya adalah kata yang digunakan untuk menunjukkan suatu tempat tertentu, satu kata baru yang layak untuk disimak adalah Plagiatorium, apa itu Plagiatorium???saya sendiri tidak mengambil rujukan kamus manapun ketika memikirkan istilah ini, ini hanya dikarenakan kekesalan saya melihat suguhan2 serial di televisi yang semakin hari semakin memuakkan.
Meniru tentu bukan selalu menjadi hal yang tabu, apa lagi meniru dalam hal teknologi dan kemampuan, tapi harus diingat ketika kita mencontoh maka kita sedang mengekor orang lain. Teman saya bilang sama saja mencium pantat orang yang ditirunya. janganlah mengekor seperti itu, carilah tema yang benar2 lain, kalaupun meniru dengan mengadopsi tema yang ada buatlah dengan penuh dedikasi. jangan setengah2. Kita mengenal acara garapan Helmy Yahya "Tolong', kita tahu realiti Katakan Cinta, kita tahu Inbox, Wisata Kuliner, Jejak Petualang, Bedah Rumah dsb, acara2 tersebut adalah acara2 "tidak biasa" dalam pertelevisian kita sebelumnya tapi kemudian mendobrak imajinasi penonton TV akan tontonan TV yang variatif dan menarik, sayangnya selanjutnya ditiru rumah2 produksi lain untuk membuat acara sejenis dan hampir 100% sama. membuat tontonan semacam ini berubah fungsi dari jenis tontonan inspiratif menjadi jenis tontonan monoton,adaptif dan manipulatif.
Kebanyakan rumah produksi kita terlalu gampang terjebak dalam plagiarisme massal semacam ini, mulai dari jaman sinetron, realitisi show remaja/pacaran, kontes nyanyi, jalan2, wisata kuliner, tayangan live musik. pufffffffffffff
Pernah lihat serial anak2 macam Ben7 apa anak2 Super Ranger di salah satu TV Swasta kita?? Saya lumayan terganggu dengan serial konyol semacam itu, satu hal kekonyolan yang ada adalah pembuatan yang sekena2nya dan sekadarnya saja menganut sistem kejar tayang di tiap TV, memang jika ditilik dari genre penggunaan manusia dan CG nya maka serial ini bisa dikategorikan serial Tokusatsu, apa itu Tokusatsu? Tokusatsu adalah film non kartun dengan spesial efek yang menggunakan manusia sebagai aktor utama, contoh serial tokusatsu terkenal adalah serial2 Ultraman dan kamen Rider, maupun movie Transformer dan IronMan(bukan serial kartunnya)sebelumnya stasiun TV lain sudah memulai kekonyolan serial tokusatsu lokal yang konyol, yaitu penggunaan CG yang berlebihan pada produksi film2 bertema jaman kerajaan yang diadopsi ke jaman modern.
Memang prinsipnya bagus, penggunaan CG dalam pembuatan efek movie mampu memberikan hasil yang lebih baik, lebih stylish dan tentu saja lebih menggelegar. Sayang pola pengadopsian efek CG sama sekali tidak melihat kapan dan dimana saat untuk mengeluarkan efek ini, sehingga hampir semua adegan yang memungkinkan akan menggantungkan pada hasil pembuatan efek CG. Hasilnya, bukan malah filmnya bagus tapi justru terlihat seperti film editan anak kampung, yang baru sekali memegang software editing video. Seorang profesional pastinya tahu penonton justru akan lebih nyaman menikmati film, jika penggunaan efek2 transisi dan efek2 gambar tidak boleh mencolok. kalaupun menggunakan efek CG maka haruslah total sehingga penonton tidak perlu melihat sisa2 "dunia real" yang harus ditutupi CG. Tanpa bermaksud menjelek2an para praktisi perfilman yang ada dibelakang layar, saya pikir sudah saatnya kita mengakhiri kebodohan2 semacam ini, tampilan2 efek yang ditampilkan, setting yang asal2an dan terlihat amburadul justru semakin memperburuk nilai dari serial yang ditayangkan.
Jauh lebih bagus jika para produser film turun ke daerah dan mencari bakat2 terpendam yang memang punya skill dalam bidang efek dan tokusatsu. Kalau para produser mau membuat serial tokusatsu yang bonafid dan mampu bersaing dengan tokusatsu jepang maupun lainnya, sebaiknya mencari anak2 muda yang bagus, saya pernah menyaksikan anak2 J-TokuFilms yang membuat promo movie Kamen Rider Amar, meski terbatas dana, tapi totalitas untuk mengerjakan film tersebut sangat tinggi, pembuatan costum yang terkonsep baik, mulai dari bahan dasar sampai finishing, penentuan adegan, script, editing maupun CG benar2 dikonsep. film indie tersebut jelas lebih oke dibanding dengan serial2 konyol hasil garapan rumah produksi ternama.
Masih ingat Saras 008 dan Panji Manusia Millenium? mungkin hanya dua serial tokusatsu lokal yang cukup baik membawa nama tokusatsu di tanah air, meskipun ada kekurangan disana sini, jelas sangat berbeda dengan pola salah asuh yang diterapkan Ben7 dan Super Ranger, klo mau flashback lebih lama anda bisa melihat film Gundala Putra Petir yang nyaris tanpa efek CG sekalipun penonton masih bisa merasakan adanya seorang hero dalam film tersebut.
Saya jenuh melihat tayangan tidak bermutu dan sangat bermuatan njiplak mentah2, tapi apa daya kita sebagai penonton TV karena dari dulu andalan TV adalah rating, yang kita sendiri tidak tahu seperti apa pola rating yang diterapkan. Akhirnya kita sebagai penontonlah yang berhak menentukan apakah kita akan menonton tontonan yang bermutu atau tidak. Dan karena terlalu banyak plagiat2 perfilman di negara ini, maka saya menyebut televisi2 swasta nasional&rumah2 produksi tersebut sebagai Plagiatorium atau tempat berkumpulnya para plagiat perfilman!
Posting Komentar untuk "PLAGIATORIUM MASSAL; KISAH TOKUSATSU KAMPUNG"