Perbedaan Manfaat Membaca Buku Fiksi dan Non Fiksi
Pernah nggak sih kamu ngerasa bingung pas lagi nyari buku buat dibaca? Di satu sisi kamu pengen buku yang bisa ngasah otak, ngasih fakta, dan nambah wawasan. Tapi di sisi lain, kamu juga butuh pelarian, hiburan, atau bahkan pelipur lara dari hari-hari yang padat dan penuh tekanan. Nah, di sinilah biasanya kita dihadapkan pada dua kubu: buku fiksi dan buku nonfiksi.
Menurut blog buku fiksi & non fiksi buku nonfiksi itu "serius", bergizi, dan dianggap punya nilai lebih tinggi karena informatif. Sementara buku fiksi kadang diremehkan, dianggap cuma “hiburan ringan” atau “cerita khayalan”. Tapi… benarkah sesimpel itu?
Justru ketika kita gali lebih dalam, kedua jenis bacaan ini punya manfaat yang sangat berbeda dan penting — tergantung dari kebutuhan pembaca, konteks, dan bahkan kondisi psikologis seseorang. Jadi yuk kita bahas lebih dalam, bukan untuk membandingkan mana yang lebih baik, tapi untuk paham kapan dan kenapa keduanya penting dalam hidup kita.
Fiksi: Latihan Empati dan Imajinasi yang Nyata Dampaknya
Buku fiksi itu unik. Di balik alur cerita, dialog tokoh, dan konflik yang sering terasa sangat personal, ternyata ada proses psikologis mendalam yang sedang terjadi saat kamu membaca.
Beberapa riset terbaru dari dunia psikologi menunjukkan bahwa membaca novel fiksi bisa meningkatkan kemampuan kita dalam memahami perasaan orang lain alias empati. Kok bisa? Karena saat kita ikut larut dalam cerita, otak kita bekerja seolah-olah kita benar-benar mengalami kejadian yang dialami tokoh tersebut. Ini yang disebut dengan narrative transportation — otak kita “terangkut” ke dunia cerita.
Selain itu, fiksi juga melatih kita untuk berpikir kreatif dan membuka wawasan. Imajinasi yang terbentuk saat membaca cerita fantasi, fiksi sejarah, atau bahkan roman remaja bisa menstimulasi area otak yang berhubungan dengan kreativitas. Kalau kamu pernah baca “Laut Bercerita”-nya Leila S. Chudori atau “The Midnight Library”-nya Matt Haig, kamu mungkin tahu rasanya: merenung, berkaca, bahkan nangis sesenggukan padahal cuma “baca cerita”.
Jadi, kalau kamu lagi ngerasa ingin lebih terkoneksi secara emosional dengan diri sendiri dan orang lain, membaca fiksi bisa jadi pilihan terbaik.
Nonfiksi: Menambah Wawasan dan Merangsang Pikiran Kritis
Di sisi lain, buku nonfiksi biasanya lebih to the point. Buku ini menyajikan fakta, data, dan informasi yang bisa dipakai langsung dalam kehidupan sehari-hari atau profesi. Topiknya pun luas: dari sains, sejarah, psikologi, hingga self-improvement.
Salah satu keunggulan utama membaca buku nonfiksi adalah kemampuannya dalam memperkuat pola pikir rasional dan logis. Misalnya, membaca buku seperti “Sapiens” karya Yuval Noah Harari atau “Atomic Habits” karya James Clear bukan cuma ngasih wawasan baru, tapi juga membentuk cara berpikir yang sistematis dan solutif.
Buat kamu yang sering berhadapan dengan masalah kompleks di kerjaan atau studi, membaca nonfiksi bisa melatih kamu untuk melihat masalah dari berbagai sudut dan mencari solusi berbasis data. Ini penting banget terutama di zaman banjir informasi seperti sekarang.
Dan yang nggak kalah penting: buku nonfiksi bisa menjadi sumber motivasi dan pencerahan. Banyak pembaca merasa lebih percaya diri, termotivasi, dan punya arah hidup yang lebih jelas setelah membaca buku-buku bertema pengembangan diri.
Dampak Emosional: Fiksi Lebih Dalam, Nonfiksi Lebih Reflektif
Kalau kita bedah dari sisi dampak emosional, fiksi dan nonfiksi punya efek yang berbeda. Fiksi lebih banyak memunculkan reaksi emosional instan—kita bisa menangis, tertawa, bahkan marah karena tokoh di buku. Efek ini membangun koneksi emosional yang kuat dan bisa jadi bentuk healing tersendiri.
Sementara nonfiksi cenderung memberikan pengalaman reflektif. Kamu mungkin nggak menangis saat membaca buku sejarah atau buku bisnis, tapi kamu akan merenung. Buku-buku nonfiksi seringkali mengajak kita untuk mengevaluasi hidup, mengubah kebiasaan buruk, atau menyusun strategi baru untuk masa depan.
Jadi, jika kamu sedang ingin menyelami perasaan dan meresapi hidup dari sudut pandang orang lain, fiksi bisa jadi sahabatmu. Tapi kalau kamu ingin memperbaiki hidup, menata ulang cara berpikir, atau mempelajari hal baru secara konkret, nonfiksi adalah teman belajar yang ideal.
Kapan Harus Baca Fiksi dan Kapan Baca Nonfiksi?
Nggak ada aturan baku. Tapi kamu bisa sesuaikan dengan mood dan tujuan kamu saat membaca:
-
Lagi suntuk, butuh pelarian dari rutinitas? Coba baca novel fiksi. Lebih baik lagi kalau bergenre favorit kamu: thriller, drama, atau petualangan.
-
Lagi semangat belajar hal baru? Ambil buku nonfiksi yang topiknya sesuai minat kamu. Misalnya soal keuangan, psikologi, atau sejarah.
-
Lagi pengen memahami orang lain atau konflik sosial? Fiksi sosial-politik bisa kasih perspektif yang mendalam.
-
Lagi cari motivasi hidup? Baca kisah nyata atau biografi tokoh inspiratif dari buku nonfiksi.
Kombinasi antara fiksi dan nonfiksi bisa menciptakan keseimbangan intelektual dan emosional yang sehat. Anggap saja kayak nutrisi: fiksi itu vitamin hati, nonfiksi itu vitamin otak. Keduanya dibutuhkan.
Kesimpulan: Jangan Pilih Salah Satu, Nikmati Keduanya
Dalam dunia literasi, tidak ada pemenang antara fiksi dan nonfiksi. Justru kekuatan membaca adalah pada variasinya. Setiap buku, apapun jenisnya, membawa kita ke sudut dunia atau pikiran yang baru. Yang penting bukan cuma isinya, tapi bagaimana buku itu membentuk kita sebagai pribadi.
Jadi, daripada mempertanyakan mana yang “lebih baik”, mending tanyakan pada diri sendiri: “Hari ini aku butuh apa dari buku?”
Kalau kamu baru mulai membiasakan diri membaca, cobalah selang-seling antara fiksi dan nonfiksi. Di minggu pertama, nikmati cerita yang menyentuh hati. Di minggu berikutnya, gali wawasan baru yang memperkaya pikiranmu. Dengan begitu, kamu nggak cuma jadi pembaca yang seimbang, tapi juga pribadi yang lebih terbuka dan tajam.
Yuk, mulai petualangan membaca kamu hari ini. Pilih buku yang sesuai kebutuhan dan nikmati prosesnya. Fiksi dan nonfiksi—dua dunia berbeda yang sama-sama bisa bikin hidupmu lebih kaya.
Posting Komentar untuk "Perbedaan Manfaat Membaca Buku Fiksi dan Non Fiksi"