Mengenang simbah: Perjalanan terakhir
Maaf klo merasa postingan ini terlalu panjang, tapi aku lagi pengen mengenang Simbahku yang meninggal hari Selasa 25/05. Aku cuma ingin menuliskan apa yang ingin aku tulis, apa yang aku ingat biar suatu saat nanti klo aku kangen simbah aku bisa baca lagi tulisan ini.
Maemunah Binti H Abdullah Lahir tanggal 1 Muharram di tahun 1927 (coz tahun hijriyahnya ngga apal di KTP ditulis lahir 01-01-1927) di Ngreso, solotigo, dan berkeluarga dengan mbah kakung yang merupakan kerabat dari pihak ibunya di umur 14 tahun, dari pernikahan dikaruniai 11 anak (5 sampai usia dewasa termasuk almarhum ibuku). keluarga simbah termasuk keluarga berkecukupan dan sempat bersekolah di sekolah rakyat sampai kelas 3.
Namun harta bendanya habis dibakar tentara dan dijarah kelompok DI\TII waktu pindah ke Cilacap, berbekal uang hasil menjual sepotong sarung mbah kakung mendaftar sebagai Polisi di Cilacap. Dengan kondisi serba kekurangan dan banyak anak simbah memutuskan meringankan beban suami dengan mengelola beberapa sawah tetangga di Cipari, setiap hari sarapan keluarga simbah adalah nasi goreng yang digaris, mirip seperti potongan pizza sekarang setiap anak cuma boleh makan bagiannya, klo yang jatahnya udah abis biasanya ikut nggaris2in jatah sodaranya (biar sedikit yang penting nambah)
Keinginan mbahku waktu itu cuma satu nggak ingin anak2nya jadi kuli matune Kaji Amrin, yang cuma bisa 'makan' klo musim panen padi, sebisa mungkin anak2nya harus jadi PNS, biarpun harus dilewati dengan kerja keras dan kesederhanaan dan alhamdulillah berkat perjuangan simbah kelima anaknya benar2 menjadi PNS.
Tadinya rumahku pisah sama simbah, tapi coz insiden kebakaran waktu aku masih bayi jadinya bapak ibuku sepakat balik serumah sama simbah. Biar bisa ada yang ngurus anak klo lagi ngajar. Waktu aku kecil simbah paling seneng minum Anggur kolesom, biar sehat katanya, klo mau dandan pake minyak rambut pakenya minyak kelapa bikinan sendiri. Tiap pagi ngga lupa nemenin simbah nunggu mbah Mun lewat buat beli telor ayam mentah buat ditelen kuning telurnya. Dan aku selalu bergidik jijik klo mbah lagi nelen tuh telor
Sejak mbah kakung meninggal tahun 1990 (waktu itu bertepatan dengan Idul Fitri aku sampe ngga berani pulang saking takutnya liat orang ninggal) uang pensiunan mbah ditabung untuk ke tanah suci, sisanya diambil untuk ngasih angpau ke cucu2nya klo lebaran.
Tahun 1997 satu keinginan mbah kembali tercapai yaitu berangkat Haji ke tanah suci, sebelum berangkat mewanti2 aku.
"mengko nek aku mangkat kaji, diwacakna surat Yasin aben bar Magrib, men aku isa bali slamet"
Aku baru saja kehilangan ibuku coz takut kehilangan simbah yah dibela2in baca surat Yasin tiap malem sampe hapal tuh surat.
Selepas berhaji pensiunan mbah kakung lebih banyak dipake simbah buat keperluan mushola dan memberikan santunan buat tetangga yang menjadi imam/merawat mushola. Anak2nya sudah mapan sebagai PNS, urusan makan sandang papan juga diurus anak2nya, jadi simbah seneng bersedekah, dan buat urusan sholat aku salut sama simbah, simbah ngga pernah ninggalin sholat malam/tarawih/ dhuha hanya setahun terakhir ini saja sudah jarang sholat sunat karena sakit2an, sholat wajib cuma kuat sambil duduk, puasa kemaren pun simbah sudah kepayahan dan sering bolong,
-----------------------------------------------------------------------
Hari sabtu 22/05 kemaren pagi2 diajak ibu ke Cilacap nengok mbah yang lagi di rawat di RSI Cilacap, tapi coz ngantuk2 tetep aja ngebo, sorenya giliran bokap yang rame ngajak ke cilacap, berhubung semua orang pada mudik ga enak juga klo ga ikut mudik.
Sampai di RS jam 10 malem simbah ga mau makan dari kemaren, alhamdulillah mbah mau disuapin pake pudingnya si Vivi. Dari jam 12 harus telaten nyuapin sampe jam 4 pagi. coz ga bisa nelen makanan lain ya udah obatnya dtumbuk trus dicampurin ke puding.
Siang hari lumayan mbah dah bisa buka mata dan bisa ngomong sedikit2, simbah nanya bolak balik
"wayah opo iki?"
"duhur mbah, sembahyang ora?"
"heeh"
"yo wis solatnya tiduran yo"
trus simbah sholat tapi cuman sampe bacaan surat pendek aja abis itu nanya lagi
"iki wayah opo?"
Kamipun ketawa geli karenanya, karena perasaan udah baikan Pakdeku dari sumedang dan Jakarta pamit pulang, akupun ikut bokap dan masku pulang ke jogja.
Sampai di jogja senin dini hari, sempatin ngebo sampe siang trus ke kota, sempet2in buka MP n celoteh di tempat tetangga, selasa siang tumben motor masku udah sampe depan rumah, aku langsung nangkep pasti kondisi mbah turun lagi, jam 3 kita meluncur lagi ke cilacap, Pakde yang baru aja sampe rumah di Jakarta langsung balik lagi ke Cilacap sendirian Pak de sumedang pun sudah balik ke cilacap bareng istrinya, selepas sholat ashar di Kutoarjo ibu ngabarin simbah udah meninggal.
Innalillahi wa inna illaihi rojiunn...
Jam 7 tiba di RS bertepatan dengan ambulan yang sudah siap berangkat, ibu nyuruh aku masuk mobil jenazah buat nemenin mbah, Aah yang ngga berani naik mobil jenasah lega coz bisa tuker posisi sama aku.
"men mbahmu seneng dikancani"
Jam 6 pagi semua sudah kumpul di rumah bude di cipari termasuk keluarga besar mbah dari solotigo. Ana adeku baru bisa pulang hari kamis dari Bogor, aku sempetin tidur sebentar, jam 9 masku dah ribut ngebangunin aku.
"Siap siap dela maning nggotong"
Jam 11 jenasah dibawa ke mushola buat disholatkan. Mbahku selalu bilang keinginan terakhirnya kalo meninggal pengen ditandu 4 cucunya Aku, Nanung (masku), Aah dan Oo (anak bude Cilacap). Meski bergantian juga dengan sodara yang lain, paling tidak kami sudah memenuhi permintaan simbah.
Bapak, masku turun ke liang lahat, tadinya aku juga ikut ke dalam tapi coz bokap minta salah satu yang udah berpengalaman ya akunya naik duluan. Sebenernya aku ngerasa kehilangan banget dengan meninggalnya simbah, pasca meninggalnya ibuku almarhumah tahun 1996 aku ngga terlalu deket dengan ibuku sekarang ( ibuku yang sekarang adik kandung ibuku) paling deket sama simbah, klo tetangga bilang sih putu paling mbajug (bandel)
Tapi yang bikin aku sedikit tenang waktu tali pocong simbah dibuka, aku ngerasa heran dan takjub coz simbah terlihat sedang sholat dengan khusyuk, dengan mata terpejam seolah menahan kantuk dan kain kafannya tampak seperti mukena yang paling putih dan paling bersih yang pernah simbah kenakan, dalam hati aku cuma bisa berdoa
"Ya Allah semoga yang Kau tunjukkan padaku ini adalah amalan yang telah Engkau saksikan pada diri hambamu semasa hidupnya, Amin"
Posting Komentar untuk "Mengenang simbah: Perjalanan terakhir"