Menjemput mimpi
Kami duduk termenung di bangku panjang stasiun kereta, dhadapan kami terbentang kenangan2 yang memisahkan aku dan dirinya. Sesekali kuhipas rokok yang kupegang dan mengepulkan asapnya jauh.... sejauh harapanku yang kandas untuknya.
"Semua sudah berakhir.... Sudah bukan tempatnya untuk kita berdua ada di kereta yang sama"
Ia melirik sedikit padaku lalu pandangannya kembali menatap kerikil2 kecil di sepanjang rel kereta api. Ada sedikit penyesalan dihatiku dan hatinya. Tapi bagiku semuanya sudah cukup dan telah berakhir.
"Maafin aku, aku tak pernah ingin meninggalkanmu.... Semua ini bukan keinginanku"
Aku tersenyum getir, kuhembuskan sekali lagi asap rokokku ke angkasa. Kupandangi sejenak bola matanya, ada kesedihan yang seharusnya sudah tak tampak lagi dihapus waktu, tatapan yang harus mengikhlaskan keadaan.
Disini, dulu tempat kami saling memiliki. Saling berbagi dan memberi. Hilang tergerus rentetan gerbong kereta yang melintas sepanjang hari.
"Apapun itu, semua sudah berlalu, aku tak pernah tak mencintaimu, tapi kamu harus tahu bukan disini tempatku, bukan dihatimu lagi. Aku adalah aku, bayangan kenangan indah masa lalumu, tapi sekalipun aku adalah aku, aku bukanlah lagi seorang yang kan jadi milikmu"
"Janganlah menyesali sesuatu yang telah kamu tinggalkan, kamu sudah memilih jalanmu tanpaku, hari ini giliranku untuk memilih... Dan kamu tahu aku tak mungkin lagi memilihmu ada disisiku..."
Suara kereta mendekat dan berderit mengaburkan suaraku, inilah saatnya aku harus kembali menyusuri hidupku, menemukan jalan2 yang tak berujung dan mencari dimana aku bisa menemukan cinta sejatiku. Hanya untuk menemukan rumah yang lain untuk hatiku tinggali sampai berakhirnya nafas ini.
Aku beranjak dari dudukku mengambil ransel dan menaikkannya ke punggungku....
"Sudah waktunya An, selamat tinggal, berbahagialah dengannya"
Ia mengangguk lemah lalu menjabat tanganku dan menciumnya.
Kereta itu kini membawaku pergi jauh darinya, hanya lambaian tangan dan senyum pahitnya yang mengiringi kepergianku, kulebarkan bibirku untuk tersenyum semanis mungkin.
Angin kereta menyentuhku dengan keras....mengaburkan sekali lagi kenangan kenangan itu...
Aku terpejam dan berdoa untuknya..kubuka mataku dan ia tak lagi ada dihadapanku
Kuhela nafasku dan semua kenangan yang tersisa...
Kubiarkan terbang diantar kerasnya angin yang menerjang kereta ini...
"Semua sudah berakhir.... Sudah bukan tempatnya untuk kita berdua ada di kereta yang sama"
Ia melirik sedikit padaku lalu pandangannya kembali menatap kerikil2 kecil di sepanjang rel kereta api. Ada sedikit penyesalan dihatiku dan hatinya. Tapi bagiku semuanya sudah cukup dan telah berakhir.
"Maafin aku, aku tak pernah ingin meninggalkanmu.... Semua ini bukan keinginanku"
Aku tersenyum getir, kuhembuskan sekali lagi asap rokokku ke angkasa. Kupandangi sejenak bola matanya, ada kesedihan yang seharusnya sudah tak tampak lagi dihapus waktu, tatapan yang harus mengikhlaskan keadaan.
Disini, dulu tempat kami saling memiliki. Saling berbagi dan memberi. Hilang tergerus rentetan gerbong kereta yang melintas sepanjang hari.
"Apapun itu, semua sudah berlalu, aku tak pernah tak mencintaimu, tapi kamu harus tahu bukan disini tempatku, bukan dihatimu lagi. Aku adalah aku, bayangan kenangan indah masa lalumu, tapi sekalipun aku adalah aku, aku bukanlah lagi seorang yang kan jadi milikmu"
"Janganlah menyesali sesuatu yang telah kamu tinggalkan, kamu sudah memilih jalanmu tanpaku, hari ini giliranku untuk memilih... Dan kamu tahu aku tak mungkin lagi memilihmu ada disisiku..."
Suara kereta mendekat dan berderit mengaburkan suaraku, inilah saatnya aku harus kembali menyusuri hidupku, menemukan jalan2 yang tak berujung dan mencari dimana aku bisa menemukan cinta sejatiku. Hanya untuk menemukan rumah yang lain untuk hatiku tinggali sampai berakhirnya nafas ini.
Aku beranjak dari dudukku mengambil ransel dan menaikkannya ke punggungku....
"Sudah waktunya An, selamat tinggal, berbahagialah dengannya"
Ia mengangguk lemah lalu menjabat tanganku dan menciumnya.
Kereta itu kini membawaku pergi jauh darinya, hanya lambaian tangan dan senyum pahitnya yang mengiringi kepergianku, kulebarkan bibirku untuk tersenyum semanis mungkin.
Angin kereta menyentuhku dengan keras....mengaburkan sekali lagi kenangan kenangan itu...
Aku terpejam dan berdoa untuknya..kubuka mataku dan ia tak lagi ada dihadapanku
Kuhela nafasku dan semua kenangan yang tersisa...
Kubiarkan terbang diantar kerasnya angin yang menerjang kereta ini...
Posting Komentar untuk "Menjemput mimpi"