Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Persatuan dan Kesatuan kita Tidak Universal

Lebih dari 6 dekade Nusantara memerdekakan diri dari jajahan kolonial Belanda. Selama itu semboyan persatuan dan kesatuan menjadi bagian warga Indonesia. Meskipun pasca orde baru simbol - simbol dan slogan2 nasional mulai terlupakan dengan datangnya reformasi dan westernisasi, kita selalu melihat slogan itu hanya slogan kosong yang kini coba diangkat oleh para caleg partai politik untuk mendapatkan dukungan rakyat.

Konsep persatuan dan kesatuan adalah konsep menarik yang universal dimana keduanya memiliki makna yang dalam dan mencakup keseluruhan sistem dalam satu kesatuan utuh. Ketika kita membayangkan slogan tersebut kita membayangkan betapa menariknya konsep ini dan jika berhasil diimplementasikan. Sayangnya konsep persatuan dan kesatuan ini sebetulnya adalah konsep yang dangkal. Bagaimana tidak? jika konsep persatuan adalah sebuah konsep universal bagaimana mungkin konsep ini ditanamkan pada sesuatu yang tidak universal?

Jika kita menilik lebih jauh sebelum kemerdekaan NKRI, dimana wilayah2 Nusantara dikuasai berbagai penjajah, dari Portugis, Spanyol, Belanda dan Jepang yang merebut kekuasaan lokal Pasai, Aceh, Demak, Mataram, Kutai, Ternate, Tidore. Disana kita melihat bahwa proses perlawanan yang ditunjukkan menunjukkan sifat lokal, kedaerahan sehingga perlawanan sangat mudah dipatahkan. Meskipun demikian para penjajah sebenarnya juga terikat pada perjanjian antar penjajah untuk tidak saling menyerang daerah jajahannya. Republik Indonesia yang notabene adalah reproduksi dari Hindia Belanda adalah kawasan yang menjadi jajahan kekaisaran Belanda di Asia Tenggara, tentu tidak mencakup Malaysia, Brunai dan Singapura yang saat itu dikuasai Inggris.

Kemerdekaan Indonesia yang didapat dari perjuangan seluruh elemen bangsa menghadapi penjajah patut kita hargai, toh meski masih bersifat kedaerahan (keIndonesiaan) perjuangan ini membuahkan hasil dengan hengkangnya Belanda dari Nusantara. Ini berbeda dengan Malaysia yang memperoleh pengakuan kemerdekaan dari Inggris. Sayang sekali karena sebenarnya baik Indonesia, Malaysia, Brunai, Singapura, bahkan hampir semua negeri Asia dan Afrika terjajah oleh bangsa2 Eropa. Libya dijajah Italia, Aljazair dijajah Prancis, Palestina dan Arab dijajah Inggris, India dijajah Inggris, Filipina dijajah Spanyol, Timor dijajah Portugis. Semuanya menghadapi bangsa eropa yang semuanya menyebabkan kesengsaraan.

Seandainya saat itu kesadaran umat Islam sudah lebih tinggi tentu perjuangan melawan penjajah tidak hanya sebatas lintas suku, lintas pulau, lintas provinsi tapi lebih ke lintas bangsa. Bukankah penjajahan banyak terjadi di negara2 muslim dan non kristen? Jika pemikiran itu dulu sudah menjadi satu dengan perjuangan umat tentu kita tidak hanya akan mengusir Belanda dari Indonesia melainkan juga mengusir Inggris dari tanah jajahannya di Asia dan Afrika. Dan tentunya kemerdekaan yang didapat bukanlah kemerdekaan bangsa tertentu melainkan bentuk kemerdekaan universal terhadap bentuk2 penindasan dan penjajahan.

Dan kemerdekaan tersebut tentu akan lebih memperkuat umat dari segi kuantitas personal maupun kuantitas sumberdaya alam yang tersebar dari Asia Tenggara sampai Afrika Utara. Persatuan dan Kesatuan inilah yang seharusnya ada dan kita pahami. Betapa tidak ketika kita telah mengubah identitas kita sebagai sebuah negara bangsa, maka mindset kita akan terkungkung pada kepentingan sebuah daerah dimana kita tinggal. Disini kita diajarkan berpikir egois dengan hanya memikirkan bangsa sendiri. Sedangkan slogan persatuan dan kesatuan nya pun hanya bisa digunakan dalam konteks kebangsaan saja bukan dalam konteks universal dan global. Permasalahan yang lebih besar dari konteks kebangsaan dengan sendirinya tidak akan mampu kita tangani.

Sebagai contoh dari ketidak ngepasan konteks Persatuan dan Kesatuan yang diangkat bangsa Indonesia adalah ketika kita melihat banyaknya ketidak adilan yang disebabkan penjajah Amerika dan Israel di tanah Arab. Afghanistan dan Irak menjadi saksi dimana setiap hari mayat2 bergelimpangan karena kekacauan yang ditimbulkan Amerika dan sekutunya, sementara kita disini, sebagai bangsa yang besar, bangsa yang bebas aktif, bangsa yang menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan hanya bisa mengutuk dan mengutuk. Tidak lebih dari itu hanya melampiaskan kekesalan dirinya sendiri tanpa mampu berbuat apapun.

Ketika Palestina diserang Israel laknatullah, kita merasa terbakar oleh ketidak adilan yang ditunjukkan dunia, sifat2 heroisme dan patriotisme memenuhi setiap rongga pemuda muslim Indonesia untuk berjihad membantu saudara2 kita di Palestina. Yah semangat jihad yang sama yang ditunjukkan para pahlawan kita, kini terasa begitu sesak di dada. Pun dengan dalih nasionalisme, bahwa anak2 Palestina bukanlah bagian dari bangsa Indonesia, keinginan kita ini terhalang dengan sendirinya. Terbelenggu oleh kurungan besar bernama Negara Bangsa! Negeri2 Muslim hampir semuanya pernah dijajah bangsa Barat, dan barat mengerti benar kekuatan umat Muslim di masa lalu, ketika pasukan Crusader dipukul mundur oleh Salahudin Al Ayubbi di Jerusallem. Sehingga dibentuklah perjanjian antar negara eropa untuk menjajah negeri2 muslim dengan cara mengkotak2annya dalam bentuk penjajahan bangsa. Dengan harapan ketika merdeka maka yang muncul adalah negara Bangsa bukan lagi dalam daulah Islamiyah.

Indonesia bagaimanapun besarnya tidak lebih dari reinkarnasi Hindia Belanda, sehebat apapun Indonesia akan tetap terlihat sebagai eks-Hindia Belanda, Malaysia pun demikian. Yah kita tak perlu merasa marah, toh demikianlah kita sekarang ini, bangsa yang besar dan dihargai bangsa lain, bangsa yang gemah ripah loh jinawi, bangsa yang berperan aktif menciptakan perdamaian dunia, tak lebih cuma bangsa yang tak mampu menjalankan amanat undang-undangnya, bangsa yang membiarkan bangsa Palestina meregang nyawa dibunuh kaum Yahudi. Inilah kita, umat muslim yang bangga menjadi bagian bangsa Indonesia, dan kita tidak memiliki kekuatan untuk menciptakan keadilan di bumi ini karena kita sendiri telah terkotak2an oleh penjajah yang telah hengkang lebih dari setengah abad lalu, sementara para penjajahlah yang kini menguasai dewan Keamanan PBB. Persatuan dan Kesatuan kita akan lebih bermakna ketika kita menjadikan persatuan dan kesatuan itu tidak hanya ditujukan pada satu bangsa saja, Slogan ini akan sangat bermakna jika dihayati dan diresapi setiap negeri muslim dari Afrika sampai Asia, sehingga tidak ada lagi Yahudi yang membunuh umat muslim membabi buta di Palestina. Tidak ada Amerika yang lancang menggunakan hak vetonya untuk melindungi Israel. Mari kita tegakkan Persatuan dan Kesatuan Negeri2 Muslim dan dirikanlah Kalimat Allah dengan Khilafah.

Posting Komentar untuk "Persatuan dan Kesatuan kita Tidak Universal"